Selasa, 23 Juni 2009

ASA DIAMON

Aku ingat waktu itu umurnya baru 4 bulan, wajahnya bulat dan putih brkilau. Kami memanggilnya si bulat. Paling sulit berinteraksi dengan orang lain, padahal semua orang gemas ingin menggendongnya. Beda dengan sekarang, di usia ke 5 nya asa begitu ramah dan sangat supel. Mudah brteman dan sangat suka brpose. Asa bukan si bulat yang dulu lagi.

Senin, 22 Juni 2009

HUTANG YANG TAK KAN PERNAH TERBAYAR

Aku menatap tubuh brmandi peluh yang liat brkilat hitam trbakar matahari. Matanya tajam seperti mata elang, menatap menerawang ke hamparan pasir bekas galian tambang yang membentang di hadapannya. "terpaksa, pak" itulah jawabnya ketika ku tanya mengapa dia berakhir di tambang timah ini, bergelut dengan lumpur dibawah terik matahari. Padahal fakih dikenal sebagai murid yang cerdas, terakhir kabarnya dia sempat d terima sebagai siswa di SMU Unggulan di Sungailiat. "ngape ka dak melanjut ke SMU?" tanyaku. "memang ku lah diterima di SMU Unggulan tu, tp cemane men ternyata ku dak lulus UN" katanya. Ada nada pasrah dan tak berdaya dalam suaranya. "mase ge? Kau kan siswa terbaik d sekolah ka? Bukti e lulus test masuk SMU Unggulan?" fakih hanya angkat bahu. "dak tau kisah pak. Ngape pacak macem tu. Begitu tau ku dak lulus, ayah kena serangan jantung lalu meninggal sebulan kemudian. Terpaksa ku ngurus adik2 ku. Tulah ku dak acak melanjut agik sekolah" . Tiba2 saja aku merasa seluruh tubuhku lemas. Dengan gontai, tanpa menoleh lagi aku melangkah pulang. Aku terduduk diberanda, pikiran ku melayang ke masa 5th yang lalu. Kala itu aku masih bertugas di dinas pendidikan. Tugasku kala itu adalah mendata nilai hasil ujian siswa SMP. Aku ingat saat itu aku lembur hingga larut malam. Karena lelah dan mengantuk tanpa sengaja aku salah menulis hasil nilai untuk M. Fakih yang akhirnya menyebabkannya tidak lulus. Waktu itu aku begitu kerdil untuk mengakui kesalahan dan kelalaianku. Aku tidak pernah membayangkan akibatnya akan seperti ini. Bunga bangsa yang gemilang itu berakhir d lubang camui penambangan timah. Tadinya ku kira semua akan baik2 saja karena ayah fakih termasuk orang berada yang pasti akan bisa mengatasi semuanya. Itulah yg membuatku bungkam saat itu. Tak dinyana, hanya karena lalai sedikit aku sudah membunuh masa depan seorang bunga bangsa. Aku berhutang sesuatu yg tak kan pernah bisa ku bayar pada fakih.