Jumat, 16 Agustus 2013

EMAS PUTIH DARI BANGKA (DARI POHON SAMPAI MENJADI KOMODITI EKSPOR)

tempat merendam sahang

Sejak dulu Bangka Belitung selain dikenal sebagai penghasil timah juga dikenal sebagai penghasil lada putih. Hingga kini lada Bangka yang dikenal dengan Muntok White Pepper atau Muntok Babel masih yang terbaik di dunia. Masyarakat Bangka sudah terbiasa mengelola lada putih secara turun temurun.

Juli 2013, Saat ini adalah masa panen lada atau sahang dalam bahasa masyarakat setempat. Mutik sahang atau memetik buah sahang adalah fenomena tersendiri saat ini. Setiap pagi ibu2 atau gadis2 muda pergi ke kebun baik perorangan dengan motor atau rombongan dengan diangkut mobil. Mblasak mblusuk di jalan-jalan setapak perkebunan lada untuk upahan mutik sahang. Bagi sebagian masyarakat Bangka, mutik sahang memiliki kisah romantisme tersendiri. Bahkan tertuang dalam lagu-lagu daerah mereka. Dimana dikisahkan bujang gadis pada masa lalu pergi mutik sahang bersama sama, sambil bergurau dan berdendang bersama. Tak jarang ketemu jodoh atau menjalin kisah asmara disana. Bedanya sekarang bujang gadis atau bujang miak sudah jarang yang mau ambil upahan mutik sahang. Mereka lebih tertarik pergi mencari timah yang menjanjikan hasil lebih besar.

Dengan menyandang Suyak, keranjang untuk wadah buah sahang dan telindak, topi tudung pelindung matahari, para pemetik sahang memilih buah sahang yang sudah tua. Buah sahang yang sudah tua berwarna hijau pekat kekuningan dan kemerahan. Kalau dikelupas kulit luarnya isinya berwarna coklat dan keras. Biasanya buah sahang dipetik tidak sekaligus. Kali pertama masih pilih yg merah. Paling tidak dalam setangkai ada sebutir yang merah atau kuning. Yang kedua kali petik habis. Hanya menyisakan yang muda saja. Dan yang terakhir kali memetik sisa-sisa yang tertinggal. Proses pemanenan ini dari awal hingga akhir bisa berlangsung sampai 2 bulan.

Setelah dipetik sahang yang diwadahi karung plastik direndam di kolam atau sungai. Lebih baik kalau di air mengalir agar lada yang dihasilkan tidak bau. Setelah direndam beberapa hari kulit buah lada akan membusuk dan mudah dikelupas.

Pengelupasan kulit lada ini dilakukan dengan cara mencucinya di dalam tanggok, begitu masyarakat setempat menyebutnya. Mirip seperti pengelupasan kulit kedelai dalam proses pembuatan tempe. Untuk skala besar tentu saja mencuci menggunakan tanggok akan memakan waktu lama dan biaya lebih besar. Untuk menghemat biaya, waktu dan tenaga, sahang yang sudah direndam kira2 paling sedikit satu minggu, diinjak-injak lalu dimasukkan kedalam bak air yang dialiri arus deras yang diatur oleh katup-katup dari papan. Sambil sesekali diaduk agar lada terpisah dari tangkai dan kulit2nya yang sudah mengelupas karna diinjak-injak. Dengan menggunakan arus air yang diatur sedemikian rupa pencucian jadi lebih cepat dan menghemat tenaga.

Setelah proses pencucian selesai lada dijemur. Perlu beberapa hari dengan intensitas panas matahari yang cukup maka lada yang dihasilkan akan berwarna cerah dan bersih. Untuk menandai lada yang sudah kering cukup ambil segenggam dan kepal lalu buka, jika tidak lagi menempel ditangan maka lada itu bisa dibilang sudah kering.

Kalau sudah kering sudah bisa dikonsumsi masuk ke dapur. Untuk skala besar lada dikarungi dan siap menjadi komoditi ekspor.