Jumat, 28 September 2018

IBU

Beberapa bulan yang lalu aku datang untuk melayat almarhum bapak. Ibu yang menemuiku tersenyum manis dan kurasakan sangat tulus. 

"Amilia, ya?" tanyanya  memastikan saat menyambut salamku.

Aku tersenyum sumringah seraya mengangguk. Dalam hati aku mencoba mengingat-ingat, seberapa sering aku dulu berinteraksi dengan Ibu hingga setelah lebih dari 25th Ia masih mengingatku, bahkan nama panjangku yang tidak banyak orang tau. Aku malah tidak mengingat satu momen pun pernah bertemu Ibu. Ahh..Ibu, bagaimana bisa.

Ibu mempersilahkanku duduk dan bertanya kabarku dengan ramah. Aku menjawabnya dengan tersipu karena beberapa tamu lain ikut memperhatikanku sambil bertanya-tanya siapa aku.

Ibu menjelaskan bahwa aku teman Ivan anaknya lalu menyebutkan nama ayahku, pemilik persawahan yang tak jauh dari rumah Ibu. Tamu yang bertanya mengangguk faham karena mereka juga mengenal Ayah.

Dalam suasana duka karena kematian bapak yang mendadak, aku tidak banyak bicara. Duduk diam diantara pelayat yang lain. Tapi aku selalu tertarik memperhatikan Ibu. Wanita tua yang sebaya dengan almarhum Ibuku. Wajahnya terlihat sangat damai. Senyumnya yang tulus ikhlas seolah tak terampas oleh duka kehilangan suami tercinta. Aku bahkan baru tau ternyata Ibu dalam keadaan lumpuh dan selalu sakit-sakitan. Meski sering sakit tapi Ibu terlihat sehat dengan kulit wajah yang tetap kencang putih berseri. Tampil dengan pakaian sederhana  Ia terlihat sangat bersahaja.

Pagi ini aku datang kembali ke rumah temanku Ivan. Dengan tujuan yang sama, melayat.

Aku datang seorang diri. Rumah duka masih ramai karena jenazah belum dikebumikan. Di halaman rumah tampak ramai pelayat laki-laki duduk mengobrol. Aku masuk lewat pintu samping. Seorang nenek meminta ibu-ibu pelayat yang menumpuk di ruangan samping memberikan jalan untuk ku lewat menuju ruang tengah tempat jenazah dibaringkan.

Aku duduk di hadapan jenazah dan berdoa. Selesai berdoa kusingkapkan kain penutup wajah jenazah. Subhanallah, wajah penuh ikhlas itu seperti sedang tertidur dalam damai. Aku tersenyum seolah sedang membalas senyumnya.

"Selamat jalan, Ibu. Semoga husnul khotimah dan Allah memberikan tempat terbaik untuk mu, aamiin" bisikku dan perlahan menutup kain penutup wajahnya.


                        *******