Kamis, 11 Februari 2010

CERAI


Rasanya baru kemarin ikrar janji setia itu digemakan di antero negeri. Berjanji untuk bersama mengarungi bahtera duduk di tampuk kuasa. Tapi entah kenapa tiba tiba semua berubah. Yang satu merasa didzalimi sementara yang lain merasa dikhianati. Tak ada lagi foto terpajang saling berdampingan. Masing-masing sekarang jalan sendiri-sendiri.

Pilkada sudah dekat. Tapi genderang perang sudah sejak lama dibunyikan. Perang dingin sudah lama terjadi. Masing-masing mencari dukungan disana sini dengan cara sehalus mungkin tapi tetap saja terbaca. Di belakang layar perceraian sudah terjadi tak mungkin terelak lagi. Lihatlah di pinggir-pinggir jalan, teman. Kau akan lihat mereka sekarang tampil sendiri atau berdampingan dengan orang lain di baliho di sepanjang jalan kota. Kalau dipikir-pikir sungguh menggelikan. Atau menggenaskan?

Kenapa harus bercerai padahal waktu berpisah sudah dekat? Bukankah baik dan enak dilihat kalau mereka tetap berdampingan agar rakyak merasa tenteram. Atau memang seperti itukah para elit bersaing? Benar kata Andi Noya, tak ada persahabatan dan permusuhan yang abadi, semua bisa diatur berdasarkan kepentingan.

Nah, pemimpin daerah ku, bersainglah dengan sehat. Dapatkan kemenangan dengan jujur dan kalah tetap terhormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar