Kamis, 19 November 2009

MAKAN DURIAN

Setiap kali, setiaaap kali makan durian, aku slalu terkenang-kenang. Terkenang masa kecil, dan terkenang Ayah.

Dulu, saat kanak-kanak, aku dan kakak-adik ku slalu menghadapi tumpukan durian hasil kebun kami dengan mata berbinar dan tidak sabaran. Menunggu mengerubungi ayah yang sedang berusaha membukakan durian buat kami. Berdesak-desakan menunggu durian terbuka dan berusaha menjadi orang pertama yang mencomot buah durian itu. Sampai2 ayah harus mendelik menyuruh kami menjauh karna takut terkena pisaunya. Dan ketika kulit durian itu terbuka, kami buru2 mencomot dan mulai menjilatinya sampai licin. Ayah akan menegur kalau kami sudah membuang biji durian sementara dagingnya masih ada. Dasar anak2, karena takut kehabisan kadang ada sja diantara kami yang sudah mencomot lagi padahal masih ada (jadi ingat Alip sepupu ku) akibatnya tangan kanan kiri penuh durian lebih parah lagi dimulut pun masih, bisa bayangkan tidak seperti apa tampangnya, hehe.

Sementara Ayah, dia akan memandangi kami dengan puas, bahagia melihat kami begitu gembira dan bersemangat. Kadang ayah lupa untuk ikut mencicipi. Dia akan membuka lagi dan lagi sampai buah yang masih utuh habis dibuka. Kesenangannya bukan lagi makan buah durian, tapi melihat kami gembira makan durian. Walau yang didapatnya cuma sebuah, ia tak kan memakannya sendiri. Dia akan membawanya pulang dan menikmati kegembiraan kami saat mengerubunginya.

Itu sudah puluhan tahun yang lalu. Saat ini aku menghadapi tumpukan buah durian sendirian. Manis. Tapi tidak semanis saat kecil dulu. Tidak ada rebut2an, tidak ada dorong2an, tidak ada tawa riang, tidak ada tatapan bahagia ayah. Hampa, datar, dan kosong.

Tapi setidaknya aku bersyukur, masih bisa makan durian yang didapat langsung dari kebun, yang terjamin kwalitasnya, buah jatuh masak, dan tidak terlalu komersil. Alhamdulillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar