Jumat, 23 September 2011

PROSESI PEMAKAMAN THJIN CHAUW SUN

Rest In Peace



Thjin Chauw Sun adalah tokoh sepuh etnis Tionghoa di Koba Bangka Tengah. Beliau meninggal pada senin, 19-09-2011 dalam usia 79th. Semasa hidupnya beliau dikenal supel dan suka menolong. Sangat populer di setiap pesta karena kegemarannya menari. Beliau juga pintar mengobati orang sakit. Hobby-nya jalan-jalan. Dari sekedar jalan-jalan keliling kota dengan Harley Davidson, wisata domestik sampai wisata keluar negeri. Hobby-nya itu ditunjang dengan kemampuan materi yang lumayan karena beliau termasuk pegusaha walet terlama di Koba. Tak heran prosesi pemakamannya di ikuti dan menarik perhatian banyak orang.
Selain karena menantu dan keluarga menantunya kebetulan pengusaha timah yang cukup berpengaruh.

Sebelum dimakamkan beliau disemayamkan di rumah pribadinya di jalan pos koba. Dan baru dimakamkan Jumat, 22-09-2011. Setiap malam keluarga berkumpul menjaga mayat yang sudah dimasukkan ke dalam peti. Ditemani sanak keluarga, kerabat, tetangga dan teman. Pelayat Tionghoa yang datang akan menghaturkan salam hormat dan doa dengan sebatang hio di hadapan peti mati almarhum. Di malam terakhir sebelum pemakaman lebih banyak lagi yang ikut menemani. Duduk mengobrol, makan kudapan, ada yang main kartu dan minum bir juga. Uniknya, berbeda dengan suasana berkabung keluarga muslim terkesan sendu, disini para pelayat ditemani sajian musik tanjidor dari Belinyu, satu diantara dua grup tanjidor yang tersisa di Bangka. Grup tanjidor ini memang khusus pesanan Papa Chauw Sun sebelum beliau meninggal selain peti mati terbagus. Peti matinya sendiri memang terbagus untuk ukuran Bangka Belitung. Harganya lumayan, 58 juta. Beratnya hampir 500kg..wah, kebayang bagaimana menurunkannya ke liang lahat.

Grup Tanjidor Belinyu..smoga bukan generasi terakhir


Matahari bersinar luar biasa terik saat prosesi pemakaman akan dimulai tepat jam 1 siang. Yang pertama kali tiba adalah menantu perempuan tertua yang membawa api hio penuntun arwah. Menghormat dihadapan makam lalu mengelilingi makam sambil mengetuk-ngetukan hio yang dibawanya ke empat sudut makam. Setelah selesai ia berdiri menjauh dari makam menghadap ke hutan dan tidak boleh berbalik sampai proses penurunan peti mati ke liang lahat selesai. Karena anak cucu mengantar jenazah dengan berjalan kaki jadi agak lama sampai ke pemakaman. Setelah tiba para petugas pemakaman dengan sigap menurunkan peti. Syukurlah berjalan dengan lancar. Ukuran makam itu sebelumnya sudah dibobok ulang karena tidak cukup dengan ukuran peti yang kokoh itu. Musik tanjidor masih terus mengiringi. Anak, menantu, cucu dan cicit melakukan ritual2 sembahyang di pandu seorang suhu. Setelah selesai, para pelayat mulai pulang satu persatu. Tapi prosesi bagi keluarga belum usai. Ada lagi acara lempar koin. Para anak, menantu, cucu dan cicit berbaris di depan makam sambil menadahkan kaos yang dipakainya sementara sang suhu membaca doa-doa dibelakang kubur sambil sesekali melempar koin bercampur biji-bijian. Koin yang dilempar berupa koin senilai Rp. 500,- sebanyak 79 buah koin sama dengan jumlah usia sang kakek. Konon katanya yang paling banyak dapat koin adalah orang yang paling disayang oleh almarhum. Setelah prosesi ini selesai masing-masing menghitung dan menunjukkan dapat berapa banyak. Ternyata yang dapat paling banyak adalah perawat almarhum yang paling setia. Padahal perasaan si mbak tidak ikut menadahkan kaos deh, hanya berdiri dibarisan sambil menjaga cicit almarhum. Katanya saat dia berdiri dilihatnya koin mengarah ke dirinya jadi dia ikut-ikutan menadahkan kaos.

Sesudah lempar koin mereka mempersembahkan barang-barang untuk bekal almarhum seperti rumah-rumahan setinggi 1 meter, rumah mewah lengkap dengan AC Sharp-nya, parabola, mobil dan banyak lembaran uang. Lalu semua barang itu dibakar. Selesai sudah prosesi di makam, setelah memberikan penghormatan terakhir mereka kembali ke rumah. Anak laki-laki tertua membawa tiga batang hio yang dipakai anak laki2 tertua, termuda dan kakak ipar pertama. Sementara anak laki2 termuda mendampingi membawa payung.

Kalau diperhatikan dari pakaian anak, menantu, cucu dan cicit yang sama-sama memakai baju putih ada sedikit perbedaan di bagian penutup kepala. Yang memakai ikat kepala adalah anak laki-laki, menantu laki-laki, cucu dan cicit. Tapi untuk menantu laki-laki, cucu luar, cucu menantu laki-laki ada kain merah di bagian kening. Sementara anak kandung ada kain coklat. Sedangkan cucu dalam polos. Apa maksudnya cucu luar dan cucu dalam? Cucu dalam adalah cucu dari anak laki-laki sementara cucu luar adalah cucu dari anak perempuan. Ada lagi, mereka memakai badge warna hitam di lengan kiri yang disemat dengan peniti. Itu adalah tanda bahwa si pemakai adalah orang yang sedang berkabung. Badge hitam di kiri artinya yang meninggal adalah sang Papa, kalu yang meninggal sang mama maka dipasang di kanan. Dan itu berlangsung selama 1 th. Biasanya selain badge mereka menggunakan kain benang di pergelangan tangan.

Di atas pintu rumah almarhum ada tanda silang dari kain putih itu tandanya Papa Mama dirumah itu sudah almarhum semua. Kalau hanya ada tanda garis miring ke kanan berarti yang sudah meninggal hanya sang mama. Saat masih ada mayat bersemayam biasanya di depan pintu rumah ada kain belacu putih menabiri pintu. Ada lagi yang perlu diingat kalau melayat ke rumah etnis Tionghoa, perhatikan warna pakaian kita. Sebaiknya jangan menggunakan pakaian berwarna mencolok seperti kuning dan merah. Akan lebih baik kalau memakai pakain warna hitam atau putih. Sementara keluarga duka sendiri biasanya berpakaian putih polos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar