Sabtu, 27 Januari 2018

INGIN IKUT PULANG

Hari sudah sore ditandai makin ramainya suara tonggeret yang riuh menjerit menghiasi senja menyambut malam. Matahari sudah sejak tadi tergelincir. Gerimis kecil mulai menitik satu satu membasahi dedaunan.


Aku bergegas membereskan barang barang bawaanku dan beranjak dari pondok melalui sela sela batang kopi menuju tempat aku memarkirkan motorku. Tanpa sengaja mataku tertumbuk pada makam kecil tak jauh dari tempatku lewat ketika datang tadi. Aku tersenyum senang memandang makam itu dirawat dengan baik oleh penjaga kebun. Sepertinya baru saja dibersihkan. Tanahnya merah segar tanpa rumput.


Makam itu hanya ditandai dengan botol di sisi kepala dan kakinya. Tak tampak gundukan tanah sebagai ciri itu sebuah makam. Yang kuingat dulu Ayah pernah bilang itu adalah makam kakak sepupuku yang meninggal saat kanak-kanak. Aku lupa siapa namanya. Tapi ingat kalau dulu saat aku kecil sering bertengkar dengan kakakku yang sama-sama berebut mengakui bahwa foto kakak sepupu ini adalah foto kami. Foto anak perempuan kecil yang putih mungil dengan rambut kucir kelapanya yang lucu.


Setengah berlari aku melalui makam itu karena gerimis semakin lebat. Kunyalakan motor dan bergegas ke pondok tetangga untuk berteduh. Hujan ternyata tak lama. Aku pun segera pulang ke rumah karena khawatir kemalaman.


Baru beberapa ratus meter kukendarai motorku, aku sudah merasa kaki kiriku seperti lemas dan dingin. Kupikir karena kehujanan dan sempat lari-lari tadi. Kuabaikan saja rasa itu dan sibuk menyapa penduduk kampung yang kulalui.


Setelah melewati perkampungan aku merasa kaki kiriku sangat berat seperti diganduli beban. Wah jangan jangan kram nih, pikirku. Kucoba kebas kebaskan. Tapi sama sekali tidak mengurangi rasa berat itu. Aku melajukan motorku pelan karena khawatir terpeleset di jalan setapak yang agak becek karena hujan. Sementara rasa berat di kakiku makin terasa dan bulu kudukku sedikit meremang melalui jalanan yang kiri kanannya diapit perkebunan kopi serta mulai gelap dan sangat sepi.


Tiba-tiba seperti ada angin menepuk lengan atasku. Agak terkejut aku memperlambat laju motorku. Dan bertambah terkejut saat tanpa sengaja aku seolah melihat bayangan samar sesosok anak kecil bergelayut di kaki kiriku. Astaghfirullahaladziim..


Aku meyakinkan diriku kalau itu hanya halusinasi belaka dari pikiran negatif saja. Kuabaikan pikiran itu dan berusaha tetap tenang. Tak lama lagi setelah melalui jalanan berbatu ini aku akan sampai ke jalan raya dan perkampungan yang padat penduduk. Pasti tadi aku sedang terbawa suasana jalan setapak perkebunan yang sepi hingga melihat yang tidak-tidak, pikirku. Tapi aihhh, tak bisa kuhindari aku seolah sedang mendengar seseorang berkata padaku bahwa sesuatu atau seseorang menyukaiku dan ingin ikut pulang, suara itu menyarankan untuk membaca ayat kursi berulang ulang sepanjang jalan. Aku yakin itu suara hati kecilku.  Aku menurut dan mulai membaca ayat kursi. Sesekali aku juga meminta pada sesuatu yang membuat kakiku terasa berat untuk melepaskan pegangannya di kakiku. Aku memohon Tuhan menjaga dan melindungiku.


Kira-kira dua ratus meter menjelang jalan raya, berat di kaki kiriku hilang begitu saja. Ringan rasanya. Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Lega dan makin tenang. Tak lama, di depanku dari jauh kulihat seorang anak berlari riang lalu berdiri di pinggir jalan seperti sedang menungguku lewat. Tapi makin dekat dia terlihat makin jauh dari pinggir jalan setapak. Padahal dia tidak bergerak, hanya berdiri diam sedikit menundukkan wajahnya. Aku tidak terlalu perduli, kupikir itu pasti anak anak kampung karena sudah dekat perkampungan. Kulalui saja anak itu sambil melihat sekilas karena konsentrasiku tertuju pada jalan raya yang mulai terlihat.

Sekali lagi aku bernafas lega setelah berhasil keluar dari jalan setapak perkebunan yang sepi. Masih sekitar 8km lagi untuk tiba di rumahku. Tiba-tiba aku terkesiap, hatiku berdegub kencang, aku ingat anak kecil yang kulalui tadi. Aku tidak melihat jelas wajahnya. Tapi aku melihat rambutnya yang dikucir seperti pohon kelapa, dengan poni menutupi dahi. Uffhhh....



                       ****************

#note : cerita ini hanya fiksi :D

--
AMI MUSTAFA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar