Senin, 01 Juli 2019

SEMANGAT 45

Rencananya pagi-pagi sekali kami akan pergi berburu sunrise. Itu rencananya. Faktanya, jam setengah tujuh pagi masih belum selesai ngopi. Hehehh. Karena kesulitan memulai aktivitas apapun sebelum ngopi pagi maka ritual ngopi dibereskan dulu sambil sekalian rumpi. Alhasil baru berangkat dua jam meleset dari rencana semula.

Dari Desa Sinarbanten kami menuju ke Gisting dengan bermotor. Cuaca cerah ceria. Dari kejauhan nampak Gunung Tanggamus yang kami tuju tersaput kabut tipis. Sepertinya cuaca akan baik sepanjang hari ini. Kata Abah kalau Tanggamus nampak jelas dan cerah biasanya hari akan cerah, kalau sebagian tertutup awan akan hujan di sore hari atau sebagian hari, dan kalau Tanggamus tak nampak biasanya akan hujan sepanjang hari. Itu sih kata Abah bukan BMKG ya, jangan terlalu dipercaya.

Sampai di Gisting kami menuju Desa Sidokaton melalui daerah Landsbaw. Melaju di jalan beraspal yang menanjak. Di Desa Sidokaton ada tempat penitipan motor dan biasa jadi tempat singgah para pendaki sebelum naik. Disitu juga kita lapor menuliskan nama di buku tamu. Parkir motor aman cukup  bayar 5 ribu. Disana ramai anak-anak muda yang baru turun dari Basecamp di lereng Tanggamus. Ternyata banyak juga pengunjung yang menghabiskan malam Minggu-nya di sana.

Semangat 45. Ini beneran 45, maksudnya semangat di usia 45th. Dengan carrier berkapasitas 65L di punggung kami memulai perjalanan menuju Basecamp Sonokeling. Ahh.. cukup segitu sajalah target kami kali ini. Setelah lebih dari 20th, perjalanan ini seperti napak tilas bagi temanku Uwie. Kalau aku sih belum terlalu lama karena beberapa bulan sebelumnya sempat melalui jalur ini bersama si Kesayangan.

Setiap kali berpapasan dengan pemuda pemudi yang baru turun kulambaikan tangan menyapa,

"Hai, anak muda!!" 

Mereka tersenyum geli dan balas menyapa dengan sopan.

"Semangat, mbak"

Kami tertawa-tawa gembira dengan sebutan 'mbak' itu dan berpura-pura sedih jika disapa dengan sebutan 'Ibu'. Hihi.. dasar.

Jalur yang kami lalui adalah jalan setapak dengan kanan kiri ladang sayuran. Kadang samar tercium bau daun kol busuk. Atau bau kotoran kambing. Aroma alami yang masih lebih baik daripada bau knalpot kendaraan atau mesin pabrik industri. Tidak ada petunjuk jalan padahal cukup banyak jalan bercabang. Kami mengandalkan ingatan masa dulu saja padahal sudah banyak juga yang berubah. Yang paling ampuh ya jurus tanya-tanya. Kalau pas ada petani yang sedang bekerja di ladangnya.

Baru beberapa ratus meter Uwie mulai kelelahan dan minta berhenti istirahat. Uwie termasuk yang benar-benar vakum berolahraga setelah menikah dan punya anak-anak. Sementara aku baru dua tahun belakangan ini saja. Sebelumnya masih aktif di klub lari yang sering memakai trek mendaki seperti ini. Jadi tidak terlalu kaget. Mengatur langkah dan nafas masih hapal dan itu bermanfaat sekali.

"Aduh kak, berhenti dulu, mau mati nih Wie rasanya" kata Uwie terengah-engah. 

Aku tertawa-tawa. Nafasku juga sudah ngos-ngosan. Kuletakkan carrier dan mengeluarkan minuman dan coklat. Sebenernya isi Carrier ini ya cuma beberapa botol air mineral, tikar piknik, Hammock dan beberapa helai kain properti buat foto shoot..hahaha. Dasar emak-emak.  

Sambil mengatur nafas, minum dan ngobrol kami menikmati sekeliling. Uwie sudah wanti-wanti sejak awal kalau ini adalah pendakian piknik yang santai. Tidak ada target waktu. Pokoknya cukup sampai di basecamp Sonokeling saja.

Setelah cukup istirahat kami melanjutkan perjalanan. Dan sesuai prediksi, cuaca cerah ceria. Sepanjang jalan kami beberapa kali melambatkan langkah untuk ngobrol. Lebih banyak ke curhat sih, hihi. Tanggamus masih nampak, itu artinya kita masih cukup jauh darinya. Beberapa jalur ada yang menanjak cukup curam tapi tidak terlalu sulit karena masih bisa dilalui motor oleh penduduk yang berladang disana. Tanggamus yang malang, tubuhnya kini carut marut demi perut manusia.

Kami tiba di basecamp Sonokeling sekitar pukul sepuluh. Sempat ragu-ragu karena basecamp yang dalam ingatan kami teduh dan rimbun oleh pohon Sonokeling sudah banyak berubah. Hanya ada beberapa pohon Sonokeling yang tersisa. Lainnya diisi pohon kopi yang sedang berbuah lebat. Tapi melihat sisa-sisa bakaran api unggun dan sampah plastik yang ditinggalkan pendaki kami yakin inilah basecamp itu.

"Yakin mau berhenti disini, Wie?" Tanyaku sambil melihat sekeliling. 

Membolak-balik ingatan. Mencari tanda-tanda. Dan akhirnya menemukan satu persatu. Jalan menuju kolam mata air yang dulu kami kenal sebagai Kolam air es karena airnya yang jernih dan sangat dingin. Jalan setapak menuju ke puncak dan area tempat mendirikan tenda yang sekarang semakin sempit. Setelah yakin itulah basecamp sonokeling kami menurunkan carrier, membentang tikar dan menggantung Hammock.

"Aaaahhh... akhirnyaaa..." Teriak Uwie seraya merentangkan tangannya menarik nafas dalam-dalam.

"Setelah sekian tahun, akhirnya I'm back here!!" Serunya riang.

Aku ikut gembira. Senang bisa menemaninya untuk memenuhi impiannya kembali kesini. Padahal kondisi kesehatanku sedang tidak cukup baik. Staminaku sangat buruk. Anehnya sampai disini semua terasa baik-baik saja. Aku merasa sehat dan pegal-pegal saat menanjak tadi sudah tidak terasa lagi. Sepertinya kegiatan mendaki ini bagus juga kalau jadi rutinitas mingguan. Jadi gaya hidup. Biar sehat dan bahagia.

Aku menyempatkan diri turun ke kolam air es yang tidak sealami dulu lagi. Ada beberapa kolam kecil yang dibuat. Ada bilik tempat BAK/BAB dari terpal yang sudah koyak dan sepertinya tidak digunakan lagi karena kayunya terlihat lapuk dan baunya pesing. Batu-batu besar yang menjadi dinding tempat itu auranya terlihat 'dingin dan berat'. Aku bergegas kembali setelah mengambil beberapa gambar.

Makan siang jauh, begitu caption makan siang kami. Nasi bungkus bekal makan yang kami beli di pasar Gisting tadi pagi terasa nikmat. Makan siang sederhana di tempat yang tidak biasa. Mesti jauh-jauh mencapainya. Cukup berat untuk emak-emak rumahan seperti kami.

Perjalanan pulang lebih banyak dipakai buat foto-foto dan bercanda riang. Dua kali aku terpeleset jatuh terduduk mungkin karena sol sepatuku yang kurang baik. Agak licin di turunan berbatu yang tak rata. 

Pergi dadakan dengan persiapan seadanya dan bekal minim ternyata hasilnya lumayan juga. Semoga lain waktu bisa kembali lagi dengan kondisi dan persiapan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar