Rabu, 26 Juni 2019

DI SUATU PETANG BERSAMA TETANGGA

Sore yang menyenangkan. Matahari sudah jatuh dan hangatnya mulai teduh. Agenda merapihkan halaman yang sedianya direncanakan pagi hari akhirnya di geser ke sore ini.

Buah Cabe Jawa (Capsicum annuum) sudah banyak yang tua dan merah siap dipetik. Rumput liar di sela-sela Gajah Mini sudah mulai tak terkendali. Belum lagi Miana yang layu minta disiram. Tak kan cukup waktu jika dikerjakan sendiri.

Beruntunglah aku punya tetangga yang dengan senang hati menemani dan membantu. Baru saja kubuka lebar pintu samping, terlihat olehku Yudi dan Asri disela-sela pohon kapuk  yang kujadikan sebagai pohon rambatan Cabe Jawa sedang memetik Cabe Jawa sambil asyik mengobrol, cukup sodorkan saja ember tempat hasil petikannya. Dengan cekatan mereka memetik buah-buah tua kehijauan dan yang sudah merah berkilau.

"Weeiii..panen tah?" teriak Itong dari luar halaman. 

Aku mendongak dan tersenyum padanya.

"Tong, buat kopi sini" panggilku mengundangnya datang bergabung.

Ia tertawa dan memasuki pekarangan menuju halaman belakang tempat perangkat pembuat kopi tersedia. Sambil menunggu air kopi di heater panas Itong mengambil cangkul dan merapihkan tanah untuk Gajah mini meluaskan areanya. Dan mencabut sisa-sisa Zinnia yang masih tinggal.

Tak lama Yatno dan Culing, istrinya ikut bergabung duduk-duduk mengobrol. Disusul Ubay yang sibuk berkomentar tentang mawar di sebelahnya.

"Mawar ini bagusnya lebih sering di potong. Supaya lebih rajin berbunga" katanya.

"Betul, Bay" sahutku. "Biasanya bekas-bekas pucuk bunga yang sudah layu ini selalu kugunting tak kubiarkan saja seperti ini"

Lalu aku bangkit dan masuk ke dalam. Tak lama aku kembali
dan  menyodorkan gunting dahan untuk memangkas mawar putih yang mulai melambai ke sana kemari rantingnya. Dengan sigap dan lihay Ubah bergerak merapihkan sang mawar seperti sedang mencukur rambut.

Culing membakar sisa sampah Zinnia kemarin dan menyiram tanaman. Memastikan tanah di dalam pot cukup basah. Sesekali mencipratkan air ke arah kami yang dibalas makian gurauan dan tawa. Sembari mengobrol dan bercanda pekerjaan jadi ringan dan menyenangkan.

Di sela kepulan asap bakaran sampah, Itong datang membawa tiga cangkir kopi hitam untuk dihidangkan. Sambil menikmati segarnya kemilau air di ujung daun Cempaka dan Marigold kami menunggu tiba waktu Adzan Maghrib. 

Halaman depan sudah terlihat lantang berhias karpet hijau elephant grass. Mawar yang semula terjepit di sela Zinnia yang meranggas sudah anggun terpangkas. Kelak tempat ini akan lebih teduh jika pohon Alpukat yang ditanam di situ sudah lebih tinggi.

"Kalian tau? akulah yang menanam pohon Alpukat ini" ujar Yatno dengan bangga.

Memang benar, dua tahun lalu dia memberi tahu kalau ada bibit Alpukat siap tanam. Aku bilang mau dan memintanya menanamkan di halamanku.

"Apa sebaiknya aku menggoreskan namaku di batangnya" guraunya disambut tawa oleh kami semua.

"Kau buatlah, No, supaya kelak bisa pamer pada cucumu bahwa kau berhak atas buahnya" balasku.

"Kalau hanya digoreskan sekarang pasti hilang saat batang pohon ini semakin besar, sepertinya kau buat dari kawat saja , No" dukung Ubay. Yudi dan Asri tertawa mendengarnya sambil memamerkan seember penuh Cabe Jawa yang sudah dipetik.
 
Kelak, pohon bunga Cempaka akan berbunga meskipun tak akan kubiarkan tumbuh terlalu tinggi. 

"Pohon apa ya ini?" tanya Itong pada Culing tadi.

Culing terdiam memandangi pohon yang kutanam di tengah-tengah hamparan elephant grass. Menerka-nerka pohon apakah itu. Aku yang mendengar pertanyaan Itong segera menyahut,

"Cempaka"

"Wahhh.." Itong sedikit terkejut. Saling berpandangan dengan Ubay dan Culing. 

Aku tersenyum. Tahu apa yang mereka pikirkan.

"Aku tau, makanya kutanam di depan dan tak kan kubiarkan terlalu tinggi dan besar."

Mereka nyengir dan menarik nafas lega. Ada mitos bahwa pohon Cempaka sangat disukai mahluk halus sebagai tempat tinggal dan bermain. Itulah sebabnya mereka heran kenapa aku berani menanam pohon itu di seputaran rumah. mereka kira aku tidak tahu tentang mitos itu. Aku tak terlalu peduli mitos,aku hanya suka bunganya yang wangi, yang mengingatkan aku pada mama.

Kelak kita akan duduk-duduk lagi disini berteduh di bawah naungan pohon dengan semilir wangi bunga Cempaka sambil menghabiskan petang. Di usia yang tak lagi muda. Mungkin kita akan duduk bersama sambil mengasuh cucu dan bertukar cerita tentang lucunya cucu-cucu kita. Semoga sama-sama berumur panjang dan selalu sehat, Aamiin.

2 komentar: