Minggu, 02 Juni 2019

DIARY FROZEN SHOULDER 1

Awalnya ketika aku merasakan nyeri di bahu saat melakukan gerakan melempar. Ah, mungkin sendi bahuku terkejut dengan gerakan yang tiba-tiba pikirku. Biasanya hilang sendiri rasa nyeri itu. 

Lain waktu aku kesulitan membuka kaitan bra. Itupun masih kuabaikan. Hingga rasa sakit itu berulang dan aku menyadari ada yang salah dengan bahu kiriku. Hal itu berlangsung hingga berbulan-bulan.

Karena rasa sakitnya hanya timbul saat melakukan gerakan tertentu aku jadi tidak terlalu rewel walaupun mulai merasa terganggu. Dengan pikiran nanti juga bisa pulih sendiri.

Hingga tak terasa hampir setahun aku mencoba beradaptasi dengan rasa sakit di bahuku. Sudah kuusahakan mengatasinya dengan pijatan baik kulakukan sendiri atau meminta bantuan terapis. Tetap saja tidak ada kesembuhan. Sampai suatu ketika rasa nyeri itu disertai rasa kaku di otot bagian bahu dan sekitarnya hingga mulai menjalar ke leher.

Aku mulai khawatir dan memperhatikan keluhanku dengan serius. Mulanya hanya mencari informasi di internet. Hingga aku mulai menduga apa kiranya yang sedang kualami ini. Tapi masih ragu sebelum melakukan pemeriksaan langsung. Akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi dokter.

Berdasarkan informasi dan dugaan penyakit yang aku derita kuputuskan menemui dokter ortopedik. Dengan rujukan dari faskes pertama, karena aku menggunakan BPJS, aku pergi ke RS Husada di Pringsewu. Tak usah kuceritakan lah ya bagaimana dan berapa lama mengantri hingga akhirnya ketemu dokter. Yang jelas dari jam delapan pagi hingga jam lima sore baru pulang ke rumah.

Berdasarkan diagnosa dokter aku mengalami Frozen shoulder. Sebelumnya aku sempat minta difoto Rontgen karena khawatir yang bermasalah adalah tulang atau sendi. Dokter membuatkan surat agar aku menjalani fisioterapi.

Ternyata untuk mendapatkan terapi di ruang fisioterapi yang berada di gedung tersendiri di lingkungan RS Husada itu aku terlebih dahulu harus menemui dokter rehabilitasi medik. Nah andai sudah tahu mengalami Frozen Shoulder mungkin lebih baik langsung saja ya ketemu dokter rehab medik.

Masalahnya dokter rehabilitasi medik ini tidak setiap hari bertugas di RS Husada Pringsewu. Hanya hari Jumat dan Sabtu, itupun pasiennya dibatasi dengan kuota. Jadi ada pakai daftar tunggu. Karena waktu itu aku tidak kebagian kuota maka aku mendaftar untuk bisa ketemu dokter Jumat berikutnya.

Pada hari yang ditentukan, pagi2 sekali jam 07.00 aku sudah meminta keponakan mengambil nomor antrian. Dapat antrian nomor tiga, yess. Lalu jam lima sore sudah bersiap di ruang tunggu, jam praktek dokter nya kalau Jumat memang mulai jam segitu. Tak lama menunggu akhirnya tiba giliranku.

Dokternya ramah. Dia menanyakan keluhanku. Aku menceritakannya dan menjawab beberapa pertanyaan lain seperti apakah aku pernah menjalani operasi, apakah menderita diabetes dan apakah pernah jatuh. Juga pertanyaan sudah berapa lama aku merasakan yang kukeluhkan itu. Lalu memintaku melakukan gerakan mensejajarkan tangan ke samping searah bahu lalu mengangkatnya kearah kepala. Aku melakukan dengan mudah pada tangan kanan, tanganku terangkat hingga menyentuh telinga, tapi tidak pada tangan kiri yang hanya terangkat sejajar bahu saja, itupun sambil meringis dan bahuku sedikit naik.

Lalu dokter memintaku meluruskan tangan ke depan dan mengangkatnya. Itu juga kulakukan dengan mudah pada tangan kanan hingga tanganku naik keatas  dan bisep menyentuh telinga. Tapi tangan kiri hanya terangkat sejajar wajah saja. Setelah beberapa gerakan lain seperti gerakan tangan ke arah punggung akhirnya dokter menyimpulkan aku mengalami Frozen shoulder atau bahu beku.

Apakah ini otot atau sendi yang bermasalah dok? Tanyaku, dokter bilang otot. Sayangnya aku lupa membawa hasil foto Rontgen tapi kata dokter kalau masalah otot foto Rontgen tidak terlalu banyak membantu karena penampakan otot tidak jelas terpampang.

Dan dokter memberikan catatan yang kuserahkan pada terapis lalu terapisnya membuat jadwal terapi untukku dua kali dalam seminggu selama 4 Minggu.

Keluar dari ruangan dokter aku diarahkan petugas ke ruangan fisioterapi. Oleh terapisnya diminta meng-copy berkas untuk keperluan administrasi. Setelah selesai, hasil copy berkas diambil dua berkas dan sisanya diserahkan padaku dan harus kubawa setiap kali menjalani terapi. Hari itu aku langsung saja memulai terapi pertama ku.

Ruang fisioterapi ini berisi sepuluh tempat tidur yang disekat hanya dengan gordyn. Dilengkapi alat-alat terapi dan terapis yang bertugas tiga orang kadang lebih.

Pertama-tama aku diminta berbaring. Ditanya bagian mana yang sakit. Kusebutkan bagian bahu. Lalu terapis memasangkan alat yang mengalirkan arus listrik. Setelah beberapa kali terapi aku baru tau itu namanya TENS, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation. Yaitu penggunaan arus listrik yang dihasilkan oleh perangkat untuk merangsang saraf untuk mengurangi rasa sakit.

Setelah selesai di TENS  bahuku di panaskan dengan alat lain. Setelah itu sesi terapi pertamaku berakhir.

Sesi terapi kedua hari berikutnya pemberian terapi masih sama. Begitu juga seterusnya sampai terapi yang terakhir dan tiba waktunya ketemu dokter lagi.

Dokter bertanya tentang kemajuan yang kudapat setelah menjalani terapi. Rasa sakit di bahuku sudah banyak berkurang. Terutama rasa kejang yang menjalar ke leher sudah tidak pernah kualami lagi. Hanya saja nyeri di bahu masih sering kudapatkan.

Rentang gerak bahuku juga sudah mengalami kemajuan, yang tadinya hanya sejajar bahu sekarang sudah lebih tinggi. Dokter menyarankan kompres dingin saja setiap kali aku merasakan nyeri. Dan mengganti terapi infrared dengan ultrasound. Kali ini aku diharuskan menjalani delapan sesi terapi.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar