Rabu, 11 Maret 2009

TIMAH, DARI PASIR HINGGA BALOK

TIMAH, DARI PASIR HINGGA BALOK


Indonesia dikenal sebagai salah satu Negara penghasil timah terbesar di dunia. Memasok hampir 20% lebih kebutuhan timah dunia. Tidak banyak yang tahu bentuk timah sebelum sampai ke pemakai. Kebanyakan mereka tahu bentuknya yang berwarna keperakan untuk bahan solder alat elektronik, penahan pancing dan lain2. Di alam, bentuk awal timah adalah butiran pasir halus berwarna hitam kelam berkilauan. Biasanya letaknya di kedalaman tanah atau lautan. Tambang timah yang berada di darat dikenal dengan tambang darat atau di daerah Bangka Belitung dikenal dengan TI darat. Sedang yang di laut dikenal dengan TI apung karna untuk melakukan penambangan mereka mendirikan kamp yang mengapung diatas drum2 kosong ditengah lautan. TI adalah tambang inkonvensional yaitu tambang rakyat yang dikelola secara perorangan, dengan peralatan sederhana dan keamanan serta keselamatan kerja yang minim. Hampir setiap peralatan yang digunakan membutuhkan bahan bakar solar untuk menggerakkannya. Menyedot pasir, menyemprot air saat melimbang dan untuk oksigen penyelam. Itulah sebabnya harga solar di pulau Bangka sampai di tangan pengguna lebih mahal daripada ditempat lain. Dan proses pemasokan solar ini juga menciptakan lahan kerja tersendiri bagi masyarakat pulau Bangka. Mengingat jumlah SPBU yang sedikit dan jarak TI yang jauh dari kota.
Jika perusahaan konvensional menggunakan kapal keruk, yaitu kapal yang memiliki alat berbentuk mangkok untuk mengeruk timah dari dalam tanah, maka para pekerja TI menggunakan mesin penyedot seperti kompresor untuk mengambil pasir timah. Tak jarang mereka harus menyelam di kedalaman belasan meter hanya dengan bantuan peralatan selam seadanya. Kacamata selam dan kompresor untuk sediaan oksigen. Hal inilah yang kerap kali menimbulkan kecelakaan kerja. Kadang mereka tertimpa tanah yang longsor akibat kerukan mereka sendiri. Bekas kerukan atau galian ini menimbulkan lubang2 mengang yang dikenal dengan lubang camui. Jika lubang camui ini tidak direklamasi (biasanya tidak karena reklamasi berarti ongkos kerja lagi) akan menyisakan kolam2 besar yang dikenal dengan istilah kolong. Itulah sebanya jika kita melihat foto satelit pulau Bangka di google, kita akan melihat barisan kolam berwarna biru kehijauan dimana mana. Setelah pasir timah terkumpul, mereka mulai memisahkan pasir timah dari pasir biasa dengan cara melimbang. Biasanya mereka meletakan pasir timah di sebuak kotak berbidang miring yang dinamakan sakan, lalu menyiramnya dengan air. Pasir biasa akan hanyut terbawa air sedang butir timahnya akan tinggal. Hal ini disebabkan oleh berat jenis timah yang lebih tinggi dari pasir biasa. Untuk menentukan kwalitas timah yang baik, mereka memasukannya kedalam kaleng susu dan ditimbang untuk mendapatkan berat minimal 1,1 kg. kurang dari berat itu maka bisa dipastikan kualitas timah yang mereka miliki kurang baik atau masuk kategori timah haw haw. Tentu saja harganya juga kurang bahkan kadang tidak laku dijual. Setelah didapatkan timah berkualitas baik, pasir2 timah ini dimasak di atas api besar seperti proses penggorengan kopi, diaduk hingga warnanya jauh lebih berkilau lagi. Harga timah yang sudah dimasak jauh lebih mahal. Biasanya penambang timah langsung menjualnya kepada perusahaan pengolah atau pengusaha yang memiliki smelter untuk melakukan pencairan. Di smelter, timah ini dicairkan lalu dicetak berbentuk balok berwarna keperakan dan siap dipasarkan di pasar global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar