Rabu, 07 Juni 2017

MAYLA HILANG



#30HariMenulis - Day 7

Hari yang melelahkan. Tapi aku senang akhirnya selesai juga pekerjaan hari ini. Hasil panen kopi sudah ditimbang dan besok siap dihampar di halaman untuk dikeringkan.

Upah petik dan angkut para pekerja sudah selesai dihitung. Sebagian sudah dibayarkan. Senang melihat wajah-wajah mereka sumringah puas menghitung uang dan pulang dengan semangat menemui anak istri yang sudah menunggu di rumah.

Aku membereskan gelas-gelas kopi yang berserakan. Mengelap meja dan meletakkan kembali kursi-kursi di tempatnya. Merapihkan karung-karung dan kinjar- keranjang untuk memetik kopi- menggantungnya agar besok siap untuk digunakan lagi.

Malam ini kami tidak akan menginap di pondok kebun. Jadi aku bersiap untuk pulang. Suami ku juga sudah selesai membereskan pondok.

Aku ke bilik mencari Mayla. Tadi dia ribut sekali saat aku sedang sibuk-sibuknya menangani pekerjaan. Betapa hiruk pikuknya keadaan siang tadi. Orang lalu lalang memikul biji-biji kopi basah, menimbangnya dan memindahkannya ke tempat lain. Sementara Mayla memaksa minta perhatian bertanya soal burung kenarinya yang sudah sekarat.

Hampir saja tubuh mungil Mayla tersenggol karung kopi yang dihempaskan pekerja ke timbangan jika aku tidak menyambar dan menyingkirkannya dari sana.

Saat masih kesal dan harus buru-buru mencatatkan hasil timbangan Mayla malah menyodorkan burung di tangannya ke wajahku. Menyesal tadi aku sempat menepiskan tangannya karena terkejut.

Aku sempat melihatnya terpana dan berbalik pergi. Menyelinap di antara kerumunan orang. Ku kira dia pergi ke bilik merawat burung kesayangannya, bermain dan tertidur.

Tapi dia tidak ada di bilik. Aku mencarinya ke sekitar pondok. Tidak ada. Aku pergi ke pondok tetangga. Disana biasanya dia main dengan Ardy, anak tetangga pondok kami.

Pondok Ardy lebih luas dan indah. Terbuat dari kayu hitam berkilat. Halamannya ditumbuhi rumput hijau yang terawat rapih. Ada gazebo di sudut halaman tempat biasanya Mayla dan Ardy bermain.

"Ada apa tante?" Ardy keluar dari pondok menyapaku.

"Apa Mayla main kemari?" tanyaku.

"Enggak, Te" Ardy menggeleng. "Dari siang tadi Mayla nggak main kesini. Memangnya kenapa Mayla?" 

Aku menangkap kegelisahan di mata Ardy. Dia menyayangi Mayla seperti adiknya sendiri. Menjaganya setiap kali mereka main bersama mencari kupu-kupu atau buah-buahan di kebun.

"Wah, kemana ya dia. Tadi tante kira dia tidur di bilik tapi nggak ada. Biasanya kan main kesini" kataku mulai khawatir.

Aku segera berpamitan pada Ardy untuk kembali mencari Mayla. Ardy ikut membantu mencari dan menghubungi orang-orang dan meminta mereka membantu.

Tiba-tiba suasana senja di dusun kecil di perkebunan itu yang tadi mulai hening kembali heboh gara-gara mencari Mayla. Masing-masing memberitahu kan apa yang mereka tahu. Apa yang mereka perkirakan kemana Mayla pergi.

"Terakhir aku melihatnya saat ibu menyingkirkannya dari dekat timbangan" kata salah satu pekerja.

"Aku melihatnya dipinggir jalan setapak. Tapi aku tidak tahu selanjutnya dia kemana" ujar yang lainnya.

Akhirnya kami sepakat menyebar mencari. Ada yang ke arah dusun menuju ke kampung di luar perkebunan karena berpikir siapa tahu Mayla menuju jalan pulang. Beberapa menyusuri jalan setapak menuju perkebunan. Sebagian lagi ke arah sungai. Karena Mayla suka bermain di sungai bersama Ardy.

Aku sangat gelisah dan cemas. Hari mulai gelap, bagaimana jika Mayla belum ditemukan. Bagaimana keadaannya. Dia tentu akan ketakutan. Oh, Tuhan...tolong jaga anakku. Aku mulai menangis membayangkan anak sekecil itu, sendirian, kedinginan dan ketakutan di suatu tempat entah dimana. Tanpa aku di sampingnya. Aku sangat menyesal sudah mengabaikannya tadi. Aku menangis memikirkan keadaan dan perasaan Mayla ku.

Aku mengikuti orang-orang yang mencari kearah jalan setapak menuju perkebunan. Karena beberapa dari mereka menemukan mainan Mayla yang tercecer bersama bangkai burung yang tadi dipegang Mayla. Dibeberapa tempat di jalan setapak itu terlihat daun-daun kopi dan buahnya berceceran berserak. Kami berpikir Mayla yang melakukan ini dengan marah. Kami menelusuri jejak ceceran daun dah buah kopi itu.

Kami berteriak bersahut-sahutan memanggil Mayla. Sementara kegelapan makin pekat. Suara serangga malam terdengar memekakkan telinga. Kilau senter bergerak kesana kemari menyinari sela-sela pohon dan daun kopi. Udara semakin dingin. 

Tiba-tiba seseorang berteriak dari sebelah lain.

"Kami menemukannya!!!"
Aku berlari kearah suara itu secepat kilat sampai menabrak-nabrak batang pisang atau tersebat ranting kopi. Aku tak perduli.

Kudapati Mayla duduk meringkuk di tumpukan daun kering bersandar di batang kopi, kedinginan, wajahnya pucat, matanya sembab menatap kosong. Aku memeluknya erat-erat sambil menangis. Menggendongnya dan membawanya pulang.

Para pencari mengiringi kami sambil berbisik-bisik mengatakan kemungkinan Mayla diculik hantu, karena melihat kondisi Mayla yang tetap diam, tatapannya kosong tanpa ekspresi.

                                                  *********************************

Pic by google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar