Senin, 12 Juni 2017

PENDEKAR MALU HATI

#30HariMenulis - Day 12

Aku dapat tugas bikin trek sepeda untuk acara gowes bersama klub-klub sepeda di kotaku. Sudah ada lima belas klub yang mendaftarkan anggotanya untuk ikutan acara ini. Perkiraan akan ada dua ratusan pesepeda yang hadir. 

Sebenarnya aku meracik trek ini tidak sendiri, tapi ada berapa teman yang kemarin sudah ikut survey dan menentukan lokasi. Berhubung mereka berhalangan ikut untuk memasang safety line sebagai penanda lintasan sepeda jadilah hari ini aku bekerja sendirian. Gak masalah, aku sudah biasa membuat trek di klub lari ku, walau sedikit berbeda dengan trek sepeda setidaknya ada mirip-mirip lah. Yang sama itu ya sama-sama di alam terbuka.

Supaya lebih cepat bergerak aku tidak pakai sepeda. Lagian trek ini berjarak total 30km, capek kan kalau pakai sepeda. Dengan ransel di pundak berisi airminum dan safety line aku berangkat menyusuri jalan-jalan yang kemarin sudah kami tentukan.

Rencananya titik kumpul akan ditetapkan di kantor Polres karena yang punya hajat Pak Kapolresnya. Setelah itu keluar menuju bypass dan berbelok ke arah Desa Kulur sekitar 2km. Kemudian berbelok masuk ke jalan setapak perkebunan sawit. Menuju area pertambangan timah. 

Beberapa penambang menatap curiga melihatku berkeliaran, dibeberapa titik memasang garis-garis polisi berwarna kuning hitam dan hitam putih yang membuat mereka rada ngeri juga. Khawatir karena penambangan yang mereka lakukan termasuk kategori ilegal, dan polisi jadi sosok yang meresahkan buat mereka.

Seorang penambang menghampiri ku dengan wajah tidak bersahabat. Apalagi sempat dilihatnya aku mengambil beberapa foto pemandangan kolong (kolam air bekas galian tambang) yang airnya berwarna kebiruan dan sangat cantik.

"Ada apa ini pakai-pakai ditandai garis polisi?" tanyanya.

Aku tersenyum tenang. Bapak itu mengamati ku dari ujung kepala sampai kaki. Memandang gagang golok yang menyembul di ransel di pundak ku dan menilik motor ku. Agaknya dia sedikit kaget menyadari ternyata aku wanitahh. 

"Permisi,Yak.. ku tengah masang tanda untuk trek sepeda" jelasku. Ayak adalah panggilan untuk abang dalam bahasa lokal.

"Oooh...trek sepeda... kire ku ade ape. Ade lomba sepeda rupe e" katanya lega.

"Ukan lomba, Yak..hanya gowes bersama kek kawan-kawan seluruh klub sepeda di Bangka ni," kataku meralat kata-katanya. Mungkin dikiranya akan ada perlombaan jika sudah pakai pasang garis polisi begini.

Setelah bercakap-cakap sejenak aku pamit melanjutkan pekerjaan.

Lepas dari area pertambangan aku memasuki perkebunan karet dan lada. Melalu jalan menanjak dan menurun hanya selebar tidak lebih dari satu setengah meter. Aku mesti konsentrasi mengendalikan motor kalau tidak ingin terjatuh. Belum lagi harus memastikan tanda di pasang cukup rapat agar bisa diikuti peserta gowes dan meminimalisir goweser yang nyasar. Dan setiap tikungan dan jalan bercabang wajib di beri penanda yang lebih panjang.

Sedang tegang-tegangnya berkonsentrasi mengendalikan motor dan sudah merasa cukup lelah tiba-tiba aku mendengar hiruk pikuk dari arah depanku. Agak jauh. Aku menerka-nerka apa gerangan kehebohan itu.

Memasuki area berpasir motor makin sulit dikendalikan. Pelan-pelan aku makin dekat ke arah sumber suara. Apa tuh, kok seperti ada jerit-jeritan ketakutan lalu kembali tidak jelas..begitu beberapa kali.

Wah, karena tempat itu sepi, agak masuk ke area hutan jauh dari perkebunan penduduk aku jadi was-was juga, jangan-jangan itu tindak kejahatan.  Lalu suara seperti orang yang dilemparkan ke air di iringi jeritan dan tawa yang ku bayangkan itu yang tertawa pasti sambil menyeringai.

Rada takut juga sebenarnya mau mendatangi sumber suara. Tapi jiwa pendekar dalam diri ku ini, ciee..cieee pendekar..hahak... rasanya tidak tega mengabaikan begitu saja tindak kejahatan terjadi tanpa berbuat sesuatu.

Ku parkirkan motor agak jauh dari lokasi yang terdengar ramai itu. Karena jalannya menanjak dan berpasir. Setengah berlari aku mendekat. Golok ku keluarkan dari ransel. Sempat ku siapkan nomor telpon Pak Kapolres yang aku yakin selalu standby, siapa tau aku butuh bantuan mendadak jadi beliau bisa perintahkan anak buahnya mengirim bantuan.

Begitu sekali lagi ada teriakan, aku langsung merangsek masuk ke arena, eh maksudnya menyibak semak belukar yang menutupi tekape. Benar saja, seorang pemuda kurus hitam dekil hanya mengenakan celana dalam sedang meronta dipegangi tiga orang lelaki yang tubuhnya lebih besar. 

"Hei!!!..." aku membentak mereka. Tapi pemuda kurus itu sudah terlanjur terlempar ke kolong. Dan lelaki yang melemparkannya terkejut menoleh ke arahku. Memandangi ku penuh tanda tanya.Tapi aku tak kurang terkejutnya memandang sekeliling.

Beberapa sepeda bergeletakan. Ada beberapa orang lagi disana. Ada yang sedang berbaring santai di rerumputan, ada yang sedang makan, mengobrol, mencuci sepeda. Semuanya hanya pakai sempak, celana dalam, bertelanjang dada. Malah ada satu orang sedang mandi membelakangi ku, tanpa sehelai benang pun. Dan mereka semua serentak menoleh kearahku heran dan kaget karena bentakan ku.

Aku langsung menyadari apa yang terjadi, tergagap dan minta maaf. Lalu buru-buru kabur dengan wajah merah padam karena jengah dan malu diiringi pandangan heran mereka.

*********************
 



    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar